Jumat, 07 Desember 2007

Kuta Terancam Tenggelam 2030

http://www.nusabali.com/opendoc.php?page=0&id=19994&date=2007-12-07%2011:27:15

DENPASAR, NusaBali
Rabu,5 Desember 2007


Sebagian wilayah Bali diprediksikan akan tenggelam dalam 23 tahun ke depan, sebagai dampak pemanasan global. Pasalnya, saat itu permukaan air laut diperkirakan akan naik sekitar 6 meter, sehingga wilayah pantai wisata seperti Kuta dan Sanur praktis lenyap.

Selain itu, kenaikan permukaan laut ini juga praktis akan memisahkan kawasan Jimbaran dan Uluwatu dari Pulau Bali, karena daratan sempit di sekitar Bandara Internasional Tuban sudah terputus jadi laut. Ancaman mengerikan itu dilontarkan Hira Jhamtani, salah seorang pemerhati lingkungan hidup yang memberi perhatian lebih terhadap Pulau Bali, menjawab NusaBali di sela-sela acara KTT Perubahan Iklim dan pemanasan Global (Global Warming) di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Selasa (4/12). "Dengan mencairnya gunung es di kutub utara dan kutub selatan (akibat pemanasan global), mengakibatkan naiknya permukaan air laut. Analisa saya dan para peneliti lainnya, Bali akan tengelam pada tahun 2030 mendatang," jelas Hira yang juga peneliti perubahaan iklim dunia. Dikatakan Hira, kawasan pertama-tama di Bali yang akan mengalami dampak kenaikan permukaan air laut ini adalah Pantai Kuta dan Sanur. Hira menyebutkan, berdasarkan hasil penelitian, permukaan laut di perairan Bali naik rata-rata 0,26 meter per tahun. "Jadi, pada tahun 2030, permukaan air laut sudah naik mencapai 6 meter. Bayangkan, apa yang akan terjadi jika keadaan ini tidak ditanggulangi segera," jelas Hira. Dengan hilangnya kawasan Pantai Kuta dan Pantai Sanur, maka Bali akan mengalami penyempitan daratan. "Sementara, Jimbaran dan Uluwatu akan terpisah dari pulau inti (Bali) karena terputusnya jalur penghubung yang tergenang laut," imbuh Hira. Ancaman itu, kata Hira, bisa terjadi jika pemanasan global tidak diatasi. Tapi, jika ketemu solusinya, ancaman ini bisa diredam. Hira mengatakan, Pantai Kuta dan Sanur sampai tenggelam, tentu akan menjadi pukulan berat bagi Bali. Sebab, Bali selama ini mengandalkan pariwisata di mana pantai sebagai salah satu daya tariknya. Jika air laut naik, maka keindahaan banyak pantai di Bali yang selama ini menjadi andalan pariwisata akan hilang. "Apa yang mau dinikmati oleh wisatawan kalau pantainya rusak?" katanya. Sebagai catatan tambahaan, Indonesia saat ini sudah kehilangan 24 pulau adari total 17.000 pulaunya, karena naiknya permukaan air laut. Di sisi lain, Direktur Program Perubahan Iklim Global, Hans Verolme, juga mengisyaratkan ancaman serupa. Perubahan iklim akibat poemanasan global ini, kata Hans, telah mengancam keelokan wisata pantai Bali, karena permukaan air laut naik. "Kecenderungan tenggelam ada di sebagian Afrika. Tapi, belahan Asia adalah tempat yang paling berisiko saat ini," beber Hans dalam keterangan persnya di Nusa Dua, Selasa kemarin. Ancaman lain dari dampak perubahan iklim ini adalah curah hujan yang sangat tinggi. Hans mencontohkan kasus banjir dahsyat di Bangladesh, beberapa waktu lalu, hingga menewaskan lebih dari 3.000 orang. Ancaman perubahan iklim tidak hanya dirasakan negara-negara tertentu. Namun, kata Hans, efek jangka pendeknya akan muncul di negara-negara dunia ketiga. "Efek perubahan iklim akan dirasakan oleh orang-orang di seluruh dunia, namun negara-negara berkembang menghadapi faktor risiko yang lebih besar," katanya. Untuk itu, menurut Hans, WWF mendesak pemerintah negara-negara maju untuk meningkatkan dana adaptasi bagi negara-negara berkembang. Dalam skala yang lebih besar, dunia juga harus mengurangi emisi CO2 sampai 80 persen di tahun 2050. Berhasil tidaknya merealisasikan kebijakan itu, tergantung dari hasil KTT Global Warming yang tengah berlangsung di Nusa Dua, Bali, 3-14 Desember 2007. Sementara itu, pelaksanaan KTT Global Warming yang digelar PBB di Nusa Dua, membawa keuntungan besar buat Bali. Setidaknya, Bali menuai keuntungan sekitar Rp 500 miliar dari event akbar yang diikuti belasaan ribu delegasi dari 187 negara anggota PBB ini. Uang Rp 500 miliar yang masuk ke Bali ini didapat dari penyewaan hotel dan penginapan, restoran, transportasi, hingga belanja suvenir para delegasi yang berada di Bali selama minimal 10 hari. Karena besarnya keuntungan itu, masyarakat Bali diharapkan tidak keberatan dengan digelarnya KTT Global Warming ini. Hal itu disam paikan Menbudpar Jero Wacik di sela-sela menemani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengunjungi pameran otomotif ramah lingkungan di Bali Colletion Nusa Dua, Selasa kemarin. "Even yang berlangsung sekarang ini atas keinginan dan kehendak kita. Dengan berlangsungnya konferensi tingkat dunia di Bali, kita mendapat pemasukan sekitar Rp 500 miliar lebih," jelas menteri asal Desa Batur, Kintamani, Bangli ini. Ditambahkan Jero Wacik, untuk menggaet event Global Warming digelar di Bali, sangatlah susah. Satu kebanggaan kalau ternyata event yang dihadiri belasan ribu delegasi dari berbagai negara ini bisa digelar di Bali. "Belum tentu dalam beberapa tahun ke depan kita akan mendapatkan event sebesar ini lagi, apalagi event yang punya subtansi tema penting demi aitu penyelamatan linkungan," katanya. Karena itu, masyarakat Bali diharapkan tidak mengeluh bila aktivitas mereka terganggu oleh KTT ini. "Ibaratnya, kita sekarang sedang mengadakan hajatan besar. Agar tamu yang datang merasa puas dan aman, tentunya kita harus rela bersusah payah sedikit dan meredam keinginan," imbuh menteri yang lahir dan besar di Singaraja, Buleleng ini. Menurut Wacik, dalam jangka pendek, event KTT Global Warming jelas mendatangkan keuntungan Rp 500 milir. Namun, yang lebih penting lagi, untuk jangka panjang, ini positif buat pencitraan Bali dan Indonesia. "Dengan suksesnya konferensi ini, para delegasai akan merekomendasikan Bali kepada seluruh kolegannya. Inilah sesungguhnya keuntungan yang kita inginkan."

cr15



Tidak ada komentar: